Analis Bilang Saham Teknologi bakal Berjaya sampai 5 Tahun ke Depan, Ini Alasannya!

      saham indonesia

      Financialinvestmentadvices.com – Harga saham emiten teknologi melonjak sampai ratusan, bahkan ribuan persen.

      Sampai kapan saham-saham teknologi bakal berjaya? Benarkah bisa sampai lima tahun ke depan?

      Wahyu Laksono, pandemi Covid-19 telah mempercepat adaptasi teknologi digital dan komputasi awan (cloud).

      Itu sebabnya, para pakar percaya bahwa tren terbangnya saham-saham teknologi akan berlanjut hingga lima tahun ke depan.

      “Soalnya, efek pandemi betul-betul telah menjadi tatanan normal baru (new normal),” ujar Wahyu Laksono kepada Investor Daily di Jakarta, akhir pekan lalu.

      Wahyu mencontohkan, jatuhnya pasar saham pada 2020 tidak turut di rasakan bursa saham teknologi AS, Nasdaq.

      saham indonesia

      Perdagangan saham di Nasdaq justru melonjak 43,6% dan semakin cemerlang pada 2021.

      “Jadi, tidak bisa di mungkiri, pada masa-masa yang serba tidak pasti seperti sekarang ini.

      Kinerja saham-saham teknologi, dengan pertumbuhan dua digit.

      Telah membuat invesor terkesan,” tutur dia.

      Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), total market cap emiten teknologi yang terdiri atas 23 perusahaan saat ini mencapai Rp 387 triliun atau 5,1% terhadap total market cap bursa senilai Rp 7.644 triliun.

      Indeks sektoral saham teknologi tumbuh 736% selama tahun berjalan (year to date/ytd) saat indeks saham sektor lainnya hanya tumbuh beberapa puluh persen, bahkan sebagian masih negatif.

      Di sisi lain, indeks harga saham gabungan (IHSG) hanya naik 4,18% (ytd).

      Malah, indeks 45 saham paling likuid di bursa (LQ45) minus 5,23%.

      Sejumlah saham teknologi melonjak luar biasa. Saham PT DCI Indonesia Tbk (DCII) memimpin dengan torehan gain 10.829% (ytd).

      Di ikuti saham PT Telefast Indonesia Tbk (TFAS) dengan kenaikan 2.733% dan saham PT Digital Mediatama Maxima Tbk (DMMX) yang menguat 1.023%.

      Melihat Pembanding

      Saat ini, di jajaran top 10 big cap, saham teknologi nonbank baru di wakili PT DCI Indonesia Tbk (DCII).

      Dengan market cap Rp 109 triliun per 1 Oktober 2021.

      Saham DCII berada di peringkat ke-10. Saham PT Bank Jago Tbk (ARTO) telah lebih dulu menjadi wakil saham teknologi di sektor perbankan, dengan market cap Rp 207 triliun di peringkat ke-6.

      Sejauh ini top 5 big cap masih di huni wajah-wajah lama, yaitu PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

      Peringkat ke-1 dengan market cap Rp 825 triliun dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) di ke-2 dengan cap Rp 586 triliun.

      Wahyu Laksono mengungkapkan, lonjakan harga sebagian besar saham teknologi turut dipengaruhi oleh menguatnya sentimen global.

      Hal itu tercermin pada nilai saham perusahaan-perusahaan teknologi multinasional, di antaranya Tesla yang mencapai 15,02%, Amazon 12,98%, dan Apple 12,24%.

      “Semua sentimen wangi ini memicu fear of missing out (FOMO) para investor,” ucap dia.

      Wahyu menjelaskan, metode termudah untuk menghitung valuasi saham-saham teknologi

      Melihat pembanding atau benchmark, termasuk nilai saham (value stock).

      Seperti menghitung investasi, pengguna atau user, nilai teknologi, market place, merchant, subscriber, dan lain-lain.

      Pendekatan nilai, kata Wahyu, di lakukan dengan membandingkan nilai saham perusahaan dengan nilai saham perusahaan lain sejenis (peer sama).

      Bisa pula melalui pendekatan pertumbuhan. Caranya yaitu membandingkan nilai pertumbuhan perusahaan dengan pertumbuhan perusahaan lain sejenis.

      Pendekatan-pendekatan tersebut merupakan cara yang ideal untuk mengukur murah atau mahalnya harga saham teknologi.

      Setelah mengetahui valuasi saham teknologi, investor bisa membandingkan pertumbuhan (growth)-nya.

      Lebih mudah lagi jika perusahaan terkait sudah melakukan penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) saham. “Misal valuasinya Rp 100 triliun, terus nilai saham saat IPO Rp 70, berarti masih murah,” ucap dia.

      BACA JUGA

      VIRAL BOS BESAR AIR ASIA